Jumat, 22 November 2024

Sekjen PDIP Sebut Dewan Kolonel Tidak Sesuai AD/ART

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDIP. Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) menyampaikan penjelasan mengenai isu “Dewan Kolonel” di Fraksi PDIP menyangkut Puan Maharani sebagai bakal calon presiden (Capres). Hasto, termasuk Megawati Soekarnoputri Ketua Umum juga mengaku kaget atas informasi tersebut.

“Bahkan tadi pagi pun, Ibu Mega ketika melihat di running text pada saat saya laporan ke beliau, Beliau juga kaget, dan kemudian saya diminta memberi penjelasan bahwa tidak ada Dewan Kolonel,” kata Hasto menjawab wartawan, Rabu (21/9/2022).

Hasto sudah berkoordinasi dengan jajaran pimpinan Fraksi PDIP di DPR, yakni Utut Adianto Ketuanya serta Bambang Wuryanto Sekretarisnya. Keduanya menyebut bahwa isu “Dewan Kolonel” hanyalah guyonan dalam politik.

“Mana ada di dalam partai, struktur seperti militer. Jadi partai kan yang dikenal dewan pimpinan pusat partai, dewan pimpinan daerah, dewan pimpinan cabang, hingga anak ranting. Sehingga tidak dikenal adanya Dewan-Dewan Kolonel,” ujar Hasto.

Kata Hasto, Fraksi PDI Perjuangan DPR adalah satu sebagai alat kelengkapan partai di dalam menjalankan tugas-tugas partai, di dalam memperjuangkan fungsi-fungsi legislasi, fungsi anggaran, pengawasan, agar platform partai dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Hasto juga membantah bahwa Puan menyetujui Dewan Jenderal. Yang disetujui Puan adalah kemerdekaan dalam berserikat.

“Enggak ada. Kan saya sudah memberikan bantahan secara resmi bahwa Dewan Kolonel tidak ada karena kita adalah partai sebagai suatu institusi yang memperjuangkan kehendak rakyat. Yang dimaksudkan Mbak Puan adalah kebebasan di dalam berserikat, berkumpul. Beliau ini kan sosok demokrat, sosok yang di dalam pengertian sebagai ketua DPR itu kan melihat berbagai bentuk aspirasi-aspirasi yang ada. Tetapi Dewan Kolonel tidak ada,” urai Hasto.

Wartawan lalu bertanya apa langkah yang akan dilakukan dalam meluruskan isu “Dewan Kolonel”.

“Ya karena (Dewan Kolonel) tidak ada, gimana mau dibelokkan, mau diluruskan? Jadi sikap partai sangat jelas dan kemudian saya juga memberi tahu pak Utut selaku ketua fraksi, bahwa fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu tugas utamanya adalah kepanjangan dari partai di dalam memperjuangkan seluruh ideologi dan platform partai, baik fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Tidak ada yang namanya dewan kolonel karena hal tersebut tidak sesuai dengan AD/ART partai,” ujar Hasto.

Menurut dia, pesan Megawati Soekarnoputri adalah agar seluruh kader berdisiplin. Apalagi terkait dengan capres dan cawapres, dinamikanya sangat kuat.

“Diingatkan oleh ibu ketua umum bahwa berpolitik itu harus melihat konteks. Dan konteks yang saat ini adalah partai turun ke bawah membantu rakyat, membangun harapan rakyat, apalagi situasi yang belum pulih akibat pandemi, kemudian disusul kebijakan yang terpaksa harus diambil terhadap kenaikan BBM. Jadi fokus seluruh kader partai di situ, menjadi jembatan aspirasi rakyat agar terbangun energi positifnya untuk kemajuan bangsa,” ujar Hasto.

“Ada kekhawatiran capres yang diusung bukan Mbak Puan, bisa nasibnya seperti keluarga Soeharto di Golkar?” Tanya wartawan.

“Oh gak bisa dibandingkan kalau keluarga Pak Harto. Kan kita semua tahu, kenapa muncul reformasi. Karena terjadi kolusi korupsi nepotisme, alat-alat negara semua dipakai untuk kepentingan kekuasaan. Banyak aktivis mahasiswa yang diculik dan kemudian banyak pelanggaran-pelanggaran di mana rakyat hanya menjadi objek pembangunan. Bahkan terjadi dekolonialisasi. Nah berbeda dengan Bung Karno, seorang pemimpin yang berdedikasi bagi bangsa dan negara, beliau rela masuk keluar penjara karena keyakinan untuk Indonesia merdeka. Sehingga dari semangat Indonesia itu lah yang terus hidup di dalam partai dan terus menggerakkan partai untuk menyatu dengan rakyat. Jadi tidak bisa dibandingkan,” jawab Hasto.(faz).

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs